Menjelang pergantian tahun merupakan saat yang tepat untuk melakukan
review atas semua aktivitas yang sudah dilakukan sepanjang tahun,
termasuk aktivitas investasi. Berbagai kejadian baik positif maupun
negatif pada akhirnya akan berimbas pada tingkat imbal hasil (return) investasi yang diperoleh oleh investor.
Berbagai
pertanyaan kritis perlu dijawab agar investor benar-benar mengetahui
apakah investasi yang ditanamkan telah berjalan efektif atau sebaliknya.
Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: Apakah imbal
hasil investasi saya sudah cukup memadai? Seberapa efektifkah strategi
investasi yang sudah dijalankan? Dari jawaban-jawaban yang diperoleh,
investor akan tahu bahwa strategi investasinya masih berada di jalur
yang benar atau tidak. Dengan demikian investor akan memiliki dasar yang
kuat untuk mengambil keputusan investasi yang lebih baik di masa
mendatang.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu tentunya
dibutuhkan suatu tolok ukur atau acuan yang obyektif sebagai pembanding
terhadap tingkat imbal hasil dari kegiatan investasi yang sudah
dijalankan.
Satu diantara alat ukur pembanding yang obyektif,
tersedia di pasar dan dapat diakses oleh investor adalah indeks. Ya
indeks, marilah kita bahas lebih dalam mengenai indeks dalam kaitannya
dengan investasi.
Mengenal Indeks
Di
dunia pasar modal dan keuangan kita mengenal istilah indeks harga saham,
meski sebenarnya indeks bukanlah dimonopoli oleh pasar saham saja
tetapi juga digunakan di berbagai pasar lain seperti pasar obligasi
maupun pasar valas. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan karena indeks
pertama yang digunakan di bidang keuangan dan pasar modal memang indeks
harga saham.
Adalah Charles H. Dow, seorang wartawan rubrik
keuangan, yang menjadi orang pertama dalam memperkenalkan penggunaan
indeks untuk memantau harga saham Amerika di tahun 1896. Indeks yang
diperkenalkannya adalah cikal bakal dari indeks Dow Jones Industrial
Average (DJIA), sebuah indeks harga saham yang banyak diacu oleh para
pelaku keuangan dunia hingga saat ini.
Indeks sendiri adalah
indikator statistik yang menunjukan besar kecilnya perubahan dari suatu
obyek tertentu. Indeks harga saham akan memberikan gambaran mengenai
besar kecilnya perubahan harga di pasar saham dalam suatu periode
tertentu. Gambaran mengenai seberapa besar pasar obligasi bergerak naik
atau turun juga dapat diperoleh dengan mengamati besar kecilnya
perubahan angka indeks harga obligasi.
Sebuah angka indeks
dihasilkan dari serangkaian perhitungan yang mengkaitkan antara
harga-harga hari ini dengan harga di hari sebelumnya, sehingga diperoleh
gambaran bahwa harga hari ini lebih tinggi atau lebih rendah dibanding
hari sebelumnya.
Biasanya nama indeks menjelaskan banyaknya
instrumen keuangan yang diikutkan dalam perhitungan indeks tersebut,
sebagai contoh perhitungan Indeks Harga Saham LQ45 yang diterbitkan
Bursa Efek Indonesia beranggotakan 45 saham yang dianggap paling likuid
di bursa saham, dan Indeks Harga Saham Kompas100 merupakan hasil
perhitungan dari 100 saham yang dianggap paling menggambarkan pergerakan
harga saham di Bursa Efek Indonesia.
Dengan menggabungkan
metodologi perhitungan indeks dengan pilihan instrumen pasar modal dan
keuangan yang dimasukkan dalam perhitungan tersebut, maka indeks
diharapkan dapat memberikan gambaran yang akurat tentang kondisi dan
arah pergerakan pasar yang mutakhir dari suatu instrumen investasi.
Semua
angka indeks selalui dimulai dari angka 100. Dengan demikian, dengan
mengetahui angka indeks yang terakhir, dengan mudah Diketahui seberapa
besar kenaikan atau penurunan nilai dari pasar yang digambarkan oleh
indeks tersebut. Bila kita mengetahui bahwa Indeks Harga Saham KOMPAS100
ditetapkan pada angka 100 di tanggal 10 Agustus 2002 dan kita tahu
angka indeks tersebut di tanggal 10 Agustus 2011 berada di tingkat
881,45, maka kita akan tahu bahwa harga saham yang diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia telah meningkat 8 kali lipat di sepanjang periode
tersebut.
Contoh lain (lihat Ilustrasi 1), bila kita mengetahui
bahwa Indeks Total Return Obligasi Korporasi IBPA ditetapkan pada angka
100 di tanggal 4 Januari 2010 dan kita tahu angka indeks tersebut di
tanggal 23 Desember 2011 berada di tingkat 123.2311, maka kita akan tahu
bahwa pasar obligasi korporasi Indonesia telah memberikan imbal hasil (return) bagi investornya sebesar 23,23 persen di sepanjang periode tersebut.
Indeks sebagai Acuan Evaluasi Investasi
Jadi,
dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indeks di dunia pasar
modal dan keuangan adalah indikator perubahan yang memberikan gambaran
tentang apa yang sudah terjadi pasar.
Dengan demikian kita dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukan di awal tulisan ini.
Berbekal Indeks, yang merupakan ukuran obyektif sebagai acuan atau
pembanding dari hasil investasi yang sudah diperoleh, maka akan sukses
atau tidaknya sebuah strategi investasi dapat diukur secara obyektif.
Contoh
sederhana pengukuran dapat dilihat di Ilustrasi 2. Dalam tampilan
grafik tersebut terlihat bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (garis warna
biru) pada tanggal 23 Desember 2011 menunjukan angka +5 persen, atau
bergerak dari angka indeks 3,217.95 pada 23 Desember 2010 dan berakhir
di angka 4,195.72 di tanggal yang sama tahun 2011. Sementara di sisi
lain, harga saham PT Telkom Tbk. (garis warna hijau) mengalami penurunan
harga hingga hampir 10 persen.
Andaikan seluruh dana investasi
milik seorang investor hanya dibelikan saham TLKM semata, maka bisa
dikatakan investor tersebut mengalami kerugian ganda pada akhir periode
tersebut. Kerugian yang pertama adalah bahwa nilai dana investasinya
turun hingga hampir 10 persen. Sementara kerugian yang kedua adalah
investor tersebut kehilangan kesempatan untuk meningkatkan nilai dana
investasinya sebesar hampir 5 persen, bila dibelikan saham selain TLKM
dalam periode tersebut.
Berdasarkan evaluasi di akhir periode di
atas, dapat disimpulkan bahwa investor tersebut tidak berhasil dengan
strategi investasinya. Bahkan bisa dikatakan sebagai “sudah jatuh
tertimpa tangga” karena ia mengalami kerugian dari penurunan saham TLKM
nya dan tidak menyadari bahwa ada saham-saham lain (diluar TLKM) yang
harganya justru sedang naik dengan pesat. Suatu kondisi yang dapat
dihindari apabila investor tersebut memahami cara memonitor investasinya
dengan menggunakan indeks-indeks yang tersedia di pasar.
Indeks sebagai Alat Monitor Investasi
Investor
dalam Ilustrasi 2 di atas sebenarnya jangan menunggu hingga akhir tahun
untuk melakukan evaluasi atas aktivitas investasinya. Karena indeks
juga merupakan indikator yang cukup efektif untuk membantu investor
dalam memonitor investasi yang sedang dilakukan secara berkala.
Andaikan
investor tersebut rajin mengamati indeks IHSG setiap bulan dan
senantiasa membandingkan dengan harga saham TLKM yg dipegangnya di
periode tersebut, maka ia akan sadar pertumbuhan investasi di saham TLKM
pada tanggal 11 Maret 2011 sudah turun dn secara terus menerus di bawah
rata-rata harga saham yang ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia.
Di
sisi lain, hingga tanggal 11 Maret 2011, IHSG terlihat terus naik
secara konsisten. Kenaikan angka indeks itu menunjukan bahwa banyak
saham-saham lain (selain saham TLKM) yang harganya justru tengah naik
tajam.
Dengan berbekal informasi yang disajikan oleh indeks IHSG,
maka investor tersebut dapat mulai mencari saham-saham lain yang
menyebabkan indeks IHSG tersebut naik. Caranya adalah dengan mencari
daftar saham-saham yang diikutkan dalam perhitungan IHSG, dan mengamati
pergerakannya saham-saham yang berpengaruh besar terhadap pergerakan
indeks IHSG tersebut.
Dari analisis terhadap saham-saham yang
menjadi anggota dalam perhitungan indeks IHSG, investor tersebut akan
menemukan saham-saham lain yang berpotensi memberikan keuntungan. Dan
bukan tidak mungkin investor tersebut dapat mengambil keputusan untuk
menjual saham TLKM dan membeli saham lain seperti yang terlihat dalam
Ilustrasi 3.
Dalam Ilustrasi 3, setelah pengamatan dan analisa
mendalam terhadap saham apa saja yang sangat mempengaruhi IHSG, maka
investor tersebut memutuskan menjual saham TLKM dan membeli saham ASII
di bulan Maret 2011.
Setelah pembelian saham ASII, investor itu
juga tetap perlu melakukan benchmarking (membandingkan) harga saham ASII
terhadap IHSG secara berkala. Tujuannya adalah agar dapat
mengantisipasi bila ada kejadian-kejadian yang mengharuskan investor
tersebut untuk kembali mencari saham lain untuk menggantikan saham ASII.
Bila
investor tersebut disiplin dalam melakukan evaluasi secara berkala
tersebut. Maka pada akhir periode (23 Desember 2011), tidak saja
investor tersebut terhindar dari kerugian ganda seperti yang digambarkan
di Ilustrasi 2, bahkan sebaliknya investor itu memperoleh hasil
investasi yang relatif sangat besar yaitu hampir mencapai 40 persen per
tahun.
(sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/12/28/1028117/Indeks.Alat.Evaluasi.Strategi.Investasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar