Ekonomi Pancasila bukan merupakan suatu impian maupun wacana belaka, tetapi benarbenar merupakan kebutuhan yang mendesak untuk “menyelamatkan” perekonomian Bangsa Indonesia. Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa ini selama lebih dari 5 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, karena para ekonom kita tidak mampu memberikan pemecahan-pemecahan konkrit. Mereka menggunakan teori-teori ekonomi liberal secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik perekonomian bangsa sendiri. Padahal di negara-negara barat sendiri, ekonomi liberal semakin banyak digugat oleh tokoh-tokoh ekonomi dunia. Para ekonom “arus utama” dan pemerintah secara “membabibuta” terus melakukan privatisasi berbagai BUMN, memanjakan para konglomerat dan eks konglomerat, dan investor asing Para ekonom seringkali melihat perekonomian Indonesia hanya dari sudut pandang makro dengan menggunakan perhitungan model matematika agar terlihat lebih canggih (sophisticated). Kekeliruan-kekeliruan tersebut terjadi karena mereka sebenarnya “tidak tahu” dan “tidak mau tahu” karakteristik khas kehidupan ekonomi Indonesia. Jelaslah mengapa “keterpurukan” Bangsa Indonesia terus berlanjut dan hanya berputar-putar dalam lingkaran yang sama. Drs. Dumairy, MA mengemukakan bahwa dampak terburuk dari masalah ekonomi yang berkepanjangan ini adalah rakyat kebanyakan yang harus menanggung akibat dari “dosa-dosa” ini dan mengakibatkan timbulnya rasa saling tidak percaya (distrust) antar elemen-elemen bangsa yang semakin meluas sehingga menghambat perbaikan kehidupan bangsa dalam berbagai segi serta menghambat kemajuan bangsa secara keseluruhan. Prof. Mubyarto dan Prof. Sri-Edi Swasono menegaskan bahwa yang diperlukan saat ini adalah kehidupan ekonomi yang digerakkan oleh seluruh lapisan masyarakat, yang mencerminkan karakter Bangsa Indonesia, yaitu Ekonomi Pancasila yaitu ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila. Didalam sistem ekonomi Pancasila, manusia Indonesia merupakan homo socius, homo ethicus, sekaligus homo economicus. Jika dilihat dari sudut pandang mikro, perekonomian Indonesia memiliki nilai moral dan etika luhur yang dapat membentengi manusia dari nafsu serakah (greedy). Namun yang banyak terjadi adalah bahwa moral dan etika tersebut telah pudar dalam kehidupan perekonomian Indonesia dimana pasar lebih mengagungkan kompetisi (winner vs loser) dan semangat keserakahan individualisme dan bukan ekonomi kekeluargaan yang kooperatif (win-win). Yang lebih menyedihkan lagi adalah yang kalah dalam pasar lebih banyak dan hanya sebagai penonton setia dari perilaku pemenang. Keprihatinan juga mencuat karena sistem kompetisi inilah yang selalu ditekankan dan diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Mengapa Ekonomi Pancasila? Karena sistem ekonomi ini menjamin tatanan ekonomi yang dapat memperkecil kesenjangan (gap) yang sangat lebar di dalam masyarakat Indonesia. Contoh nyata dari penerapan Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah lama ada dan masih bias ditemukan, yaitu kehidupan dipedesaan yang kooperatif berdasarkan asas kekeluargaan. Mengingat pentingnya kembali kepada karakteristik bangsa untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia dan menjawab pertanyaan dari seorang mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Prof. Mubyarto menjelaskan bahwa Ekonomi Pancasila perlu dikaji secara induktif-empirik dan deduktif-logis sebagai satu kesatuan yang menyeluruh (holistik). Tujuannya adalah agar sistem Ekonomi Pancasila tidak hanya sebagai teori dan konsep dalam buku teks saja tetapi juga berapa penerapan yang relevan dengan realita kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar